Foto: istimewa | Kantor MRP Papua di Kota Jayapura

Jayapura, jurnalmamberamofoja.com — Legitimasi pelaksanaan Undang-Undang Otonomi Khusus (Otsus) di Papua kembali menjadi sorotan tajam.
Lembaga Majelis Rakyat Papua (MRP) dinilai kehilangan arah perjuangan dan tidak lagi mampu menjalankan mandat utamanya untuk melindungi hak-hak dasar masyarakat adat atau orang asli Papua (OAP).
Sejumlah tokoh adat menyebut, kebijakan pemerintah pusat yang terus digulirkan justru menjauhkan rakyat Papua dari cita-cita keadilan sosial, ekonomi, dan kesejahteraan yang dijanjikan dalam Otsus.
“Semua aspek dikunci, rakyat disudutkan. Anak-anak Papua semakin banyak menganggur, sementara tanah adat terus dialihfungsikan,” ujar seorang tokoh pemuda adat yang enggan disebutkan namanya, Sabtu (19/10).

Baca juga: MRP dan Pemuka Agama Papua Serukan Pesan Damai di Tengah Gelombang Aksi Nasional
Ia menilai kehadiran kursi DPR Otsus di parlemen daerah tidak memberikan dampak nyata bagi masyarakat.
“Apa sebenarnya fungsi mereka? Rakyat tidak merasakan kehadiran wakil-wakil itu,” tegasnya.
Di sisi lain, pemerintah pusat terus membentuk berbagai lembaga baru untuk mempercepat pembangunan Papua. Pada masa Presiden Joko Widodo, lahir Badan Pengarah Percepatan Pembangunan Otonomi Khusus Papua (BP3OKP), dan kini di era Presiden terpilih Prabowo Subianto, dibentuk Komite Eksekutif Percepatan Pembangunan Otsus Papua. Namun, langkah-langkah itu dinilai belum menyentuh akar persoalan yang dihadapi masyarakat adat.

“Negara ini semakin kehilangan arah. Kami orang Papua hanya dijadikan bahan eksperimen kebijakan tanpa kepastian,” ucapnya dengan nada kecewa.
Gelombang seruan untuk persatuan pemuda adat Papua pun terus menguat. Mereka mendesak pengakuan penuh terhadap peran MRP dan menuntut lembaga tersebut kembali pada jati diri perjuangannya sebagai benteng perlindungan hak-hak orang asli Papua.
“MRP seakan tak diakui di Jakarta. Aspirasi rakyat hanya menjadi bahan candaan di ruang-ruang kekuasaan,” pungkasnya.
Laporan: Sony Rumainum







