Foto: Irfan / Ketua DAS Tepra, David Danya
Sentani, jurnalmamberamofoja.com – Dewan Adat Suku (DAS) Tepra secara tegas menolak hasil seleksi calon anggota DPR Papua jalur Otonomi Khusus (Otsus) untuk Daerah Pengangkatan (Dapeng) II Kabupaten Jayapura yang diumumkan Panitia Seleksi (Pansel) DPR Papua, Sabtu (11/1/2025).
Ketua DAS Tepra, David Edward Danya, menyatakan bahwa hasil seleksi tersebut mengecewakan dan tidak mencerminkan keadilan bagi masyarakat adat, khususnya dari Tanah Merah.
“Kami kecewa dengan hasil seleksi ini. Sebagai lembaga adat, kami sudah menyepakati satu nama untuk mewakili Tanah Merah, tetapi nama itu justru diabaikan oleh Pansel,” ujar David dalam konferensi pers di Sentani, Minggu (12/1/2025).
David menegaskan bahwa nama yang diajukan DAS Tepra adalah hasil musyawarah bersama masyarakat adat.
Ia menyebut, perwakilan yang diusulkan memiliki tanggung jawab besar untuk memperjuangkan kepentingan masyarakat adat di Kabupaten Jayapura hingga ke tingkat provinsi.
“Orang yang kami dorong ini adalah harapan Tanah Merah. Dia tahu bagaimana memperjuangkan hak-hak masyarakat adat, mulai dari kampung hingga distrik. Jika nama ini hilang, Pansel telah mengkhianati aspirasi kami,” tegasnya.
Kritik terhadap Proses Seleksi
Menurut David, proses seleksi yang dilakukan Pansel tidak transparan dan berpotensi mengabaikan prinsip keadilan bagi wilayah adat.
Ia mendesak Pansel untuk mempertimbangkan kembali keputusan yang telah diambil.
“Kami minta Pansel untuk memperhatikan aspirasi masyarakat adat. Jangan hanya memikirkan kepentingan segelintir pihak. Orang Tanah Merah punya hak untuk duduk di kursi DPR Papua, dan hak itu tidak boleh diabaikan,” tambahnya.

Tuntutan Tegas: Satu Perwakilan Tanah Merah Harus Lolos
David menegaskan, satu orang yang diusulkan oleh DAS Tepra harus tetap lolos dalam seleksi calon anggota DPR Papua. Ia menilai, keberadaan perwakilan dari Tanah Merah penting untuk menjaga keseimbangan representasi wilayah adat di Kabupaten Jayapura.
“Mau tidak mau, suka tidak suka, satu orang dari Tanah Merah harus ada di kursi DPR Papua. Ini bukan sekadar permintaan, ini adalah hak kami sebagai masyarakat adat,” ujarnya penuh semangat.
David juga mengingatkan pemerintah dan Pansel agar tidak mengabaikan suara masyarakat adat.
Ia menegaskan, jika aspirasi ini tidak diakomodasi, masyarakat adat Tanah Merah akan merasa dikhianati.
“Tra boleh diganggu, tra boleh hilang. Orang yang kami dorong ini harus tetap ada. Ini adalah suara masyarakat adat yang harus dihormati. Kami minta pemerintah serius memperhatikan masalah ini,” pungkasnya.
Penulis: Irfan








