Foto: istimewa | Tampak sejumlah aktifis Komite Nasional Papua Barat (KNPB) di Sentani, Sabtu (6/12).

Sentani, jurnalmamberamofoja.com — Menjelang peringatan Hari Hak Asasi Manusia Internasional pada 10 Desember, situasi di Sentani justru diwarnai dugaan kekerasan aparat.
Sejumlah aktivis Komite Nasional Papua Barat (KNPB) dan warga sipil dilaporkan mengalami intimidasi serta pemukulan oleh anggota Polres Jayapura saat berkumpul di Lapangan BTN Matoa, Sabtu (6/12).
Para aktivis tersebut awalnya berencana memperingati HUT ke-11 ULMWP dan membagikan selebaran aksi damai terkait Hari HAM. Namun kegiatan ini berujung pada tindakan pembubaran disertai kekerasan fisik.
Baca juga: Polres Jayapura Tertibkan Massa KNPB di BTN Matoa Usai Aksi Kekerasan dan Sweeping Warga
Menurut keterangan saksi, aparat tiba setelah massa berkumpul sejak pagi. Negosiasi sempat terjadi, namun tidak lama kemudian terjadi pemukulan menggunakan tongkat karet dan bambu.
Enam aktivis juga dilaporkan ditangkap tanpa penjelasan yang memadai, sementara dua sepeda motor warga turut disita.
Laporan lapangan menyebutkan tujuh orang mengalami luka, mulai dari bibir pecah hingga pukulan di bagian kepala dan lengan. Di antara mereka adalah Fengky Kogoya, Dortius Tengket, Thyna Lokon, dan beberapa nama lain yang mengalami luka cukup serius.
Identitas enam aktivis yang dibawa ke Polres Jayapura turut dikonfirmasi keluarga. Mereka menilai penangkapan dilakukan secara sewenang-wenang dan tidak menghormati prosedur hukum.

Direktur Eksekutif Lembaga Penelitian, Pengkajian dan Pengembangan Bantuan Hukum (LP3BH) Manokwari, Yan Christian Warinussy, SH., mengecam keras insiden ini.
Mereka menegaskan bahwa hak berkumpul dan menyampaikan pendapat adalah hak konstitusional yang dijamin UUD 1945, sehingga tidak dapat diperlakukan sebagai tindakan kriminal.
LP3BH mendesak dilakukan penyelidikan independen untuk memastikan akuntabilitas tindakan aparat.
Menurut lembaga itu, pola kekerasan serupa sudah berulang di Papua, termasuk insiden penangkapan aktivis KNPB pada September 2025 hanya karena membagikan selebaran.
Berbagai organisasi HAM pun menyebut kejadian di Sentani sebagai alarm serius bagi pemerintah. Alih-alih memberikan jaminan perlindungan menjelang Hari HAM, aparat justru diduga menggunakan kekuatan berlebihan terhadap kegiatan sipil yang bersifat damai.
Desakan untuk menghentikan kriminalisasi aktivis, membebaskan mereka yang ditahan tanpa dasar hukum, serta memastikan pemulihan medis bagi korban kembali menguat.
Kasus ini dianggap memperpanjang daftar dugaan pelanggaran HAM di Papua yang memerlukan perhatian lebih serius dari pemerintah nasional maupun komunitas internasional.
Laporan: Sony Rumainum







