Foto: Irfan | Ketua LSM Papua Bangkit, Ir. Hengky Hizkia Jokhu, ketika memberikan keterangan pers, di Sentani.

Sentani, jurnalmamberamofoja.com – Ketua LSM Papua Bangkit, Ir. Hengky Hiskia Jokhu, menyampaikan keprihatinan mendalam atas meninggalnya seorang ibu hamil dan bayi dalam kandungan yang diduga tidak mendapatkan pelayanan medis memadai di fasilitas kesehatan di Kabupaten Jayapura.
Hengky menilai hilangnya dua nyawa tersebut adalah bentuk kelalaian serius pemerintah daerah dan pihak rumah sakit.
“Kami sangat prihatin dan kecewa. Baik rumah sakit maupun para dokter tidak siap memberi pertolongan sehingga dua nyawa hilang,” tegas Hengky saat memberikan keterangan pers di Sentani, Selasa (25/10).
Baca juga: Ketika Nama dan Marga Menjadi Tiket Berobat: Kisah Lahirnya Kartu Papua Sehat

Menurut laporan yang diterimanya, korban sempat berada di RSUD Youwari lebih dari 10 jam tanpa penanganan optimal, sebelum akhirnya dirujuk ke beberapa rumah sakit lain, termasuk RS Dian Harapan, RSUD Abepura dan RS Bhayangkara Polda Papua. Namun upaya tersebut tetap tidak menyelamatkan korban.
“Pelayanan lambat dan biaya tidak tersedia. Ini bentuk kecerobohan yang tidak bisa ditoleransi,” ujarnya.
Hengky juga mempertanyakan efektivitas pelaksanaan Otonomi Khusus Papua yang sudah berjalan 24 tahun dengan anggaran besar khususnya untuk sektor kesehatan dan pendidikan, namun dinilai belum menghasilkan pelayanan dasar yang layak.
“Kemana anggaran itu? Otsus besar di kertas, tapi hasilnya gagal. Sektor kesehatan dan pendidikan justru makin memprihatinkan,” kata mantan Ketua KADIN Kabupaten Jayapura itu.

LSM Papua Bangkit menyatakan mendukung langkah Presiden Prabowo Subianto yang memerintahkan audit total terhadap rumah sakit pemerintah maupun swasta dari tingkat provinsi hingga distrik.
“Bayangkan, dua nyawa hilang hanya berjarak 40 kilometer dari pusat pemerintahan provinsi dan 5 kilometer dari pusat pemerintahan kabupaten. Bagaimana dengan kampung terpencil?” katanya.
Hengky juga menyoroti kinerja tenaga medis di puskesmas, pustu dan BKIA yang ia nilai belum memberikan pelayanan maksimal meski telah menerima insentif dan tunjangan negara.
“Selama sembilan bulan kehamilan seharusnya ada kontrol rutin. Jika tidak terlayani, hanya dua kemungkinan masyarakat tidak mau, atau tenaga medis tidak menjalankan tugas dengan konsisten,” ujarnya.
Baca juga: Kasus Irene Sokoy, BM PAN Papua Desak Evaluasi Total RS di Papua
Ia berharap audit mencakup sistem penggajian dan tunjangan tenaga medis, termasuk dokter spesialis.
“Jangan memaksa dokter terbaik bekerja, kalau gaji mereka setara UMR,” paparnya.
LSM Papua Bangkit meminta pemerintah bertindak cepat dan memastikan tidak ada lagi korban akibat lemahnya pelayanan kesehatan di Papua.
Laporan: M. Irfan







