Foto: istimewa | Tampak Forum Masyarakat Adat Tabi-Saireri (FORMATS)

Jayapura, jurnalmamberamofoja.com — Forum Masyarakat Adat Tabi–Saireri (FOMATS) mendatangi Kantor Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Provinsi Papua, Rabu (13/11), untuk mempertanyakan tindak lanjut kasus pembakaran Mahkota Burung Cenderawasih yang sempat viral dan dinilai melukai martabat masyarakat adat Papua.
Masing-masing pengurus FORMATS yakni: Ondofolo Harly Ohei selaku koordinator Bidang Adat, kemudian Andris Samakori koordinator Bid. Budaya, selanjutnya Eduard Mano, koordinator Bidang Pemuda, serta Victor Buefar sebagai Sekertaris.
Kedatangan FOMATS bertujuan meminta klarifikasi resmi dan transparansi proses penanganan kasus tersebut. Forum menegaskan, publik terutama masyarakat adatbberhak mengetahui langkah-langkah yang telah diambil oleh lembaga konservasi di Papua.
“Peristiwa ini bukan hal sepele. Mahkota Cenderawasih adalah simbol spiritual dan identitas budaya masyarakat adat Papua. Kami kecewa karena hingga kini belum ada penjelasan terbuka dari BBKSDA maupun Pemerintah Provinsi Papua,” tegas Ondo Harly mewakili FORMATS.

Baca juga: VMB: Pelestarian Tanpa Penghormatan Budaya Adalah Penghancuran Identitas
Forum menilai kurangnya komunikasi dari pihak berwenang menimbulkan kekecewaan dan rasa tidak dihargai di kalangan masyarakat adat. Karena itu, FOMATS menuntut Kepala BBKSDA Papua segera memberikan penjelasan resmi kepada publik, termasuk hasil pemeriksaan internal atas kasus tersebut.
“Keterbukaan dan tanggung jawab moral sangat penting agar kepercayaan masyarakat terhadap lembaga negara tidak hilang. Jika tidak ada langkah konkret, masyarakat bisa menilai bahwa negara menutup mata terhadap pelanggaran simbol budaya Papua,” tegas Victor sekretaris FOMATS.

Mereka juga mendesak Pemerintah Provinsi Papua untuk tidak bersikap pasif, melainkan mengambil langkah koordinatif dan moral sebagai representasi negara di daerah. FOMATS menyatakan tetap menjaga situasi tetap kondusif, namun akan kembali turun dengan massa yang lebih besar jika tidak ada respons nyata dari pihak berwenang.
Langkah itu, menurut FOMATS, bukan bentuk ancaman, tetapi seruan moral akibat kekecewaan mendalam atas lambannya penanganan kasus yang menyentuh identitas kultural orang Papua.
Baca juga: BBKSDA Bakar Mahkota Cenderawasih, DPR Papua Tengah: Ini Penghinaan terhadap Martabat Budaya Papua
Dalam pernyataannya, FOMATS juga mengajak semua pihak untuk mengedepankan dialog, musyawarah, serta menghormati jalur hukum adat dan konstitusional. Mereka menegaskan, masyarakat adat Papua tidak menuntut secara emosional, melainkan atas dasar hak dan martabat yang dijamin oleh UUD 1945 Pasal 18B ayat (2) dan Pasal 28I ayat (3).
“Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai identitas, budaya, dan martabat seluruh rakyatnya, termasuk kami, Orang Asli Papua,” demikian pernyataan FOMATS.
Laporan: Roy Hamadi







