Foto: istimewa | Tampak Pdt. Lipiyus Biniluk, S.Th, bersama anggota DPRK Jayapura Natalia Desy Sule dan warga gereja di GKI Immanuel Ifar Gunung, Jumat (14/11).

Sentani, jurnalmamberamofoja.com — Ketua Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Provinsi Papua, Pdt. Lipiyus Biniluk, S.Th., menegur Komandan Rindam XVII/Cenderawasih di Ifar Gunung karena dinilai tidak memahami konteks sosial dan budaya Papua, terutama terkait penghormatan terhadap toleransi antarumat beragama.
Pendeta Lipiyus menilai sejumlah sikap sang komandan tidak mencerminkan penghormatan terhadap kerukunan, setelah mempertanyakan izin pembangunan gedung gereja serta beberapa fasilitas milik Jemaat GKI Immanuel Ifar Gunung. Ia menegaskan bahwa Papua memiliki corak sosial yang berbeda dengan daerah lain, sehingga setiap pejabat yang bertugas harus lebih peka dan memahami kondisi tersebut.
Baca juga: MRP dan Pemuka Agama Papua Serukan Pesan Damai di Tengah Gelombang Aksi Nasional
Sebagai mantan Ketua Sinode GIDI, ia menegaskan bahwa toleransi di Papua terpelihara dengan baik. Ia mencontohkan keberadaan masjid, musala, dan pesantren yang berdiri bebas di berbagai wilayah Papua sebagai bukti kuat bahwa masyarakat Papua memberi ruang setara bagi semua umat beragama. Kondisi ini ia bandingkan dengan sejumlah daerah di luar Papua yang masih sering menolak pembangunan gereja.
Tokoh masyarakat setempat juga menyoroti tindakan komandan Rindam yang disebut melarang aktivitas ekonomi jemaat, serta mempertanyakan IMB rumah pastori dan garasi gereja. Ia menegaskan bahwa kewenangan tersebut berada pada pemerintah daerah, bukan TNI. Menurutnya, intervensi semacam itu dapat bertentangan dengan Sumpah Prajurit, Sapta Marga, dan Delapan Wajib TNI.
“Seragam dan pangkat tidak membuat masyarakat Papua takut. Yang kami jaga adalah kerukunan, bukan ketakutan,” ujarnya menegaskan.

Merespons situasi yang berkembang, anggota DPRK Kabupaten Jayapura, Natalia Desy Sule, bersama pimpinan jemaat GKI Immanuel menggelar pertemuan di rumah pastori untuk membahas langkah-langkah penyelesaian.
Pendeta Lipiyus juga kembali mengingatkan bahwa tanah lokasi Rindam XVII/Cenderawasih merupakan tanah adat. Karena itu, setiap kebijakan yang berdampak pada masyarakat harus dilakukan dengan pendekatan dialog dan penghormatan terhadap budaya setempat.
Terkait pertemuan tersebut, Komandan Rindam XVII/Cenderawasih Brigjen TNI Endra Saputra Kusuma menyampaikan klarifikasi. Ia menegaskan bahwa isu penutupan gereja merupakan bentuk kesalahpahaman.
Baca juga: Plt Sekda Jayapura: MUI Harus Jadi Penjaga Toleransi di Bumi Khenambay Umbay
“Saya pimpinan baru di sini, jadi kami hanya menanyakan administrasi bangunan yang ada di pangkalan kami, seperti kelengkapan surat gereja, rumah pastori, hingga penataan area parkir. Tidak ada pernyataan untuk menutup gereja,” jelas Brigjen Endra usai pertemuan, Jumat malam.
Ia pun menyampaikan permohonan maaf atas situasi yang menimbulkan kegaduhan. “Sekali lagi saya tegaskan, tidak ada niat sedikit pun untuk menutup atau membongkar gereja,” katanya. Ia menambahkan bahwa kehadiran Gereja GKI Immanuel justru membantu dalam pembinaan rohani anggota TNI yang beragama Nasrani.
Laporan: Sony Rumainum







